Minggu, 04 Mei 2008

Alur Cinta (some texts taken from Saksikan bahwa Aku Seorang Muslim, Salim A. Fillah)

Jangan kau kira cinta datang dari keakraban dan pendekatan yang tekun
Cinta adalah putera dari kecocokan jiwa
Dan jikalau itu tiada
Cinta takkan tercipta, dalam hitungan tahun, bahkan millenia
(Kahlil Gibran)


Kahlil Gibran, seorang penulis kelahiran Lebanon, sudah terkenal sekali piawai dalam menulis tentang cinta, bahasanya yang mendayu, metamor yang digunakan serta kemampuan dalam menyentuh 'jiwa' membuat penulis ini jadi rujukan, bahkan tak sedikit para penulis lirik lagu terinspirasi (jikalau tidak mengadopsi) tulisan penyair yang juga sekaligus pelukis ini.
Sebagai pembuka tulisan dari Alur cinta ini, tulisan Kahlil bisa jadi rujukan, kenapa? Karena memang terkadang terciptanya Cinta antara sepasang kekasih masih menjadi debatable, ada banyak teori mengenai ini, trus gimana sebenarnya alur cinta ini seharusnya?
Perlu diperjelas, bahwa alur yang penulis maksud disini adalah, bagaimana sih seharusnya kronologis perjalanan cinta yang dijalani sesorang dilakukan sampai mereka membina sebuah rumah tangga.
Setelah ditelisik lebih jauh, ada satu referensi yang sepantasnya menjadi acuan mutlak, yakni Alqur'an. Allah bersabda pada Surat Ar Ruum ayat 21, sebagaimana yang sering kita lihat dalam undangan walimahan,
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian dari anfus (jiwa-jiwa) kalian sendiri, azwaaj (pasangan hidup), supaya kalian ber-sakinah kepadada-Nya dan dijadikan-Nya diantara kalian mawaddah dan rahmah, sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir."

Saya pikir, inilah yang kita punya. Inilah manhaj yang seharusnya kita jadikan plot (alur) dalam menjalani/merayakan cinta. Sedihnya, kebanyakan mereka yang mencantumkan dengan tinta emas di atas undangan mewah tak menghayati maknanya. Ringkasnya, ada beberapa kata kunci yang saya tangkap dari ayat ini:
  1. Min anfusikum, Dari jiwa-jiwa kalian. Artinya, hal pertama yang dibicarakan Al Quran tentang pernikahan dua manusia adalah kesejiwaan. Ruh itu, kata Nabi seperti tentara. Jika kode sama, sandinya nyambung, meskipun belum saling melihat mereka pasti bersepakat. Jika tidak, ya tembak dulu, urusan belakangan. Kodenya saja sudah nggak nyambung sih. Nah, apa sih kode dan sandi untuk ruh? Komitmen kepada Allah dan agama-Nya. Itu saja.
  2. Azwaajun. Pasangan hidup. Tak berlama-lama, sesudah kesesuaian jiwa, Al Qur'an segera mengatakan bahwa mereka menjadi suami istri. Saya tergelitik dengan pesan Dave (seorang laki-laki yang ikut dalam acara pemilihan pasangan yang dipanitiai seorang psikolog di Amerika, yang disiarkan live di Amerika, Dave baru mengetahui pasangannya 1 menit menjelang pernikahannya) yang mengisyaratkan kuatnya komitmen mengalahkan kekanak-kanakan jiwa, "Orang selalu berfikir", kata Dave, "Bahwa kita harus mencari pasangan yang tepat, maka hubungan akan berhasil. Aku ingin katakan, berhentilah mencari orang yang tepat, dan jadikanlah orang disamping anda yang memang hebat itu menjadi orang yang tepat!" Dave mengajari kita menjadi manusia yang lebih tinggi, manusia yang 'menjadikan', bukan sekedar 'mencari'. Dan Dave benar. Ada dua hal di dunia ini. Menikahi orang yang dicintai atau mencintai orang yang dinikahi. Yang pertama hanyalah kemungkinan. Sedangkan yang kedua adalah kewajiban.
  3. Litaskunuu ilaihaa. Supaya kalian tenteram, tenang, padanya. Unik sekali. Kata hubung yang dipakai adalah huruf lam (li) yang menunjukan otomatis. Kata Allah, kalau pernikahan dimulai dari kesejiwaan, maka otomatis seorang suami akan merasakan ketentraman pada istrinya, dan seorang isteri akan merasakan ketentraman pada suaminya. Lhoh, kok banyak rumah tangga tidak sakinah? Mungkin karena tidak dimulai dari kesejiwaan sehingga untuk tenteram saja ikhtiarnya harus luar biasa keras. Apa sih sakinah itu? Sederhananya, sakinah inilah yang menyebabkan pernikahan disebut separuh agama sesorang. Dengannya seorang insan bisa mengoptimalkan potensinya untuk menjadi 'Abdullah (hamba Allah), dan khalifah (pengelola nikmat-nikmatNya untuk kemaslahatan alam semesta). Tenteram karena gejolak syahwat telah menemukan saluran yang halal dan thayyib, tenang karena ada sahabat lekat yang siap mendukung perjuangan.
  4. Wa ja'ala bainakum mawaddatan. Kemudian ada yang harus diproses, diupayakan, yakni mawaddah. Apa itu mawaddah? Wah, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris memang kekurangan kosakata untuk cinta. Hanya cinta dan love. Padahal bahasa Arab punya empat belas. Nah, saya membandingkan pemaknaan Ibnu Qayyim Al Jauziyah, terhadap mawaddah dalam buku Raudhatul Muhibin dengan salah satu jenis cinta yang disebut Erich Fromm dalam The Art of Loving sebagai cinta yang erotis-romantis. nah, ternyata bisa disejajarkan. Jadi mawaddah adalah cinta yang erotis-romantis. Bentuknya bisa ekspresi yang paling bathin sampai paling zhahir, dari yang sifatnya emosional hingga seksual. Inilah mawaddah.
  5. Wa (ja'ala bainakum) rahmatun. Yang harus diusahakan bukan cuma mawaddah tapi juga rahmah. Ini juga cinta lho, bukan sekedar kasih sayang. Cinta yang bagaimana? Cinta yang seperti lagu, kasih ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia. He..he.., jadi ingat waktu TK. Inilah cinta yang memberi - bukan meminta, berkorban bukan menuntut, berinisiatif bukan menunggu, dan bersedia bukan berharap-harap. Erich Fromm menyebutnya cinta keibuan.
Nah, sekilas inilah alur perjalanan/perayaan cinta yang dituntunkan Al Qur'an. Jika kita kita mendesaian perayaan cinta dengan plot ini, tanpa bermaksud lancang pada Allah, saya berani menjamin bahwa pernikah kita bisa menemukan Bahagianya Merayakan Cinta.
Nah, kok banyak pernikahan yang error? Biasanya karena plotnya kacau. Pernikahan tidak dimulai dengan kesejiwaan tapi justru dengan mawaddah. Sebelum menikah sudah menikmati cinta yang erotis-romantis. Entah apa namanya. Pacaran, TTM, HTS. Semuanya adalah mawaddah. Tanpa sakinah apalagi rahmah.
Perhatian, kado, bunga, coklat, kedekatan, khalwat, bersentuhan, pandangan. itu semua mawaddah. bahkan sms berisi "Bertaqwalah kepada Allah", missedcall tahajjud, hadiah buku&kaset nasyid yang berjudul Jagalah Hati, dan seterusnya, itu juga mawaddah. Bentuknya saja yang berbeda. Yang satu bunga dan coklat valentine, Yang lain buku dan kaset dakwah. tetapi sensasi yang dirasakan oleh pemberi dan penerima sebenarnya sama : mawaddah. Demi Allah, silahkan pasang ECG (electro Cardiograph) dijantungnya dan EEG (electro Encephalograph) di otaknya. Sinyal yang dihasilkan persis. Artinya sensasi yang dirasakan sama.
Nah, hati-hatilah dengan mawaddah. Meskipun memulai dengan kesejiwaan, coba-coba mencicipi mawaddah sebelum dihalalkan akan mengaburkan kesejiwaan itu dan membuat segalanya berantakan. Celakalah mereka yang menikmati mawaddah sebelum waktunya!

Itualah sebagian kutipan dari Salim A. Fillah, actually, membaca tulisannya serasa ditampar muka ini. Di usia yang udah lewat kepala tiga ini, gw masih aja mencari, "Ya Allah cukupkanlah pencarian ini, dan ampunilah dosa, karena sudah terlanjur mencicipi mawaddah (meskipun pada taraf yang ringan) belum pada waktunya.

NB: Lidia, gimana udah dapat jawabannya, bersedia kan, untuk menjadi yang halal bagiku??


Tidak ada komentar: